Sebuah hujan meteor, yakni munculnya meteor–meteor saling susul–menyusul dalam jumlah besar di langit, akan terjadi pada Sabtu 8 Oktober 2011 jelang tengah malam besok. Intensitasnya luar biasa besar, karena diperkirakan setiap jamnya bakal nongol 750 hingga 1.000 buah meteor di langit, sehingga menyebabkan hujan meteor ini menempati status badai meteor. Dan karena semua meteornya seolah–olah berasal dari satu titik di gugusan bintang Draco, maka badai meteor ini pun dinamakan badai meteor Draconids.
Namun karena langit malam dihiasi dengan Bulan fase benjol menuju purnama, maka tidak seluruh meteor itu dapat disaksikan dengan jelas. Diperkirakan hanya 5 s/d 20 % saja dari jumlah meteor tersebut yang dapat dilihat mata manusia karena kecerlangannya mampu mengalahkan dominasi cahaya Bulan. Itu setara dengan 37 s/d 200 meteor per jam.
Dan sayangnya lagi, kita di Indonesia tidak berkesempatan menyaksikan badai meteor ini dengan utuh. Puncak badai meteor diperkirakan terjadi antara pukul 16:00 s/d 21:00 UT atau setara dengan 8 Oktober pukul 23:00 WIB hingga 9 Oktober pukul 04:00 WIB. Sementara dari Indonesia gugusan bintang Draco telah terbenam dari langit utara sejak pukul 23:00 WIB. Puncak badai meteor terjadi karena Bumi tepat melintas pada remah–remah yang dilepaskan komet induknya pada tahun 1900 dan 1907. Hanya kawasan Eropa, sebagian Afrika dan sebagian Asia seperti Timur Tengah, Asia Selatan dan Rusia yang berkesempatan menyaksikan badai meteor ini.
Kawasan yang mampu menyaksikan puncak badai meteor Draconids 2011. Sumber : IMO, 201
Badai meteor Draconids merupakan hujan meteor periodik, yakni hujan meteor yang terjadi kala Bumi melintas di dekat orbit sebuah komet sehingga remah–remahnya tertarik gravitasi Bumi. Badai meteor Draconids berasal dari remah–remah komet Giacobini–Zinner, komet periodik yang pertama kali dilihat oleh Michel Giacobini (Perancis) pada 20 Desember 1900 dan bertahun kemudian diidentifikasi ulang oleh Ernst Zinner (Jerman) pada 23 Oktober 1913. Komet ini merupakan komet berperiode pendek, yang membutuhkan waktu 6,46 tahun untuk mengedari Matahari sekali putaran pada saat penemuannya. Sebagai komet berperiode pendek, maka komet Giacobini–Zinner sangat dipengaruhi oleh gravitasi planet gas raksasa Jupiter, yang mampu mengubah orbitnya secara dinamis. Sehingga periodenya senantiasa berubah secara gradual dari waktu ke waktu.
Komet Giacobini-Zinner, sang induk badai meteor Draconids 2011. Sumber : Nakamura, 1998 dalam Cometography.com, 2011
Pada 19 Januari 1958 misalnya, komet melintasi Jupiter dalam jarak 140 juta km, yang membuat periodenya menurun dari 6,56 tahun menjadi 6,4 tahun diikuti perubahan perihelion dari semula 149 juta km terhadap Matahari menjadi 141 juta km. Demikian pula pada 23 September 1969, komet melintas hanya sejauh 87 km dari Jupiter sehingga periodenya meningkat dari 6,41 tahun menjadi 6,52 tahun diikuti peningkatan perihelion dari 140 juta km terhadap Matahari menjadi 149 juta km. Pada masa kini, komet Giacobini–Zinner baru akan melintas dekat Bumi pada bulan Februari 2012 mendatang, dengan jarak perlintasan tergolong jauh yakni 278 juta km. Dengan inti komet hanya berdiameter 2 km dan magnitudo absolutnya 10,7 maka pada saat itu komet hanya akan nampak sebagai titik cahaya sangat redup pada magnitudo semu +12 sehingga untuk mengamatinya mutlak memerlukan teleskop.
Meski orbit komet ini relatif dekat dengan orbit Bumi, tidak ada perpotongan di antara keduanya sehingga peluang komet Giacobini–Zinner menumbuk Bumi adalah nol. Namun remah–remah komet, dalam rupa debu yang terserak di sepanjang orbitnya, dapat tertarik oleh gravitasi Bumi sehingga jatuh ke Bumi pada kecepatan 20 km/detik dan menjadikannya hujan meteor Draconids. Kecepatan ini tergolong lambat bagi hujan meteor periodik, katakanlah bila dibandingkan dengan hujan meteor lainnya yang berpotensi berubah menjadi badai seperti Leonids yang mampu mencapai 72 km/detik. Status hujan meteor ini dapat berubah menjadi badai meteor (yakni dengan intensitas 1.000 buah meteor per jam) bila debu–debu yang tertarik berasal dari material yang dilepaskan komet pada waktu perlintasan teranyarnya dengan Bumi kala mendekat ke Matahari. Pada 1933 dan 1946 misalnya, badai meteor Draconids pun terjadi, dengan intensitas hingga 10.000 meteor/jam.
Seperti hujan meteor periodik lainnya, badai meteor Draconids pun disebabkan oleh masuknya remah–remah komet seukuran debu, paling banter sebesar batu kecil, ke atmosfer Bumi. Tak satupun dari debu dan batu tersebut yang mampu melintasi atmosfer dengan selamat karena semuanya bakal musnah di ketinggian 60–100 km dari permukaan Bumi. Maka tak ada potensi bahaya yang datang menerpanya bagi kita semua di Bumi. Maka tak perlu takut, mari nikmati salah satu pertunjukan langit yang luar biasa ini pada Sabtu 8 Oktober 2011 besuk hingga pukul 23:00 WIB.
Posisi sumber badai meteor Draconids di langit utara Indonesia pada 8 Oktober 2011 pukul 19:00 WIB.Meteor Draconids|Hujan meteor
0 komentar:
Post a Comment
Mohon minta saran dan kritik yang bisa membangun publisher untuk lebih berkarya,.Thanks..